Memori Kampung Laweyan Solo

Setelah kemunculan Budi Utomo pada tahun 1908 yang menjadikan tonggak awal pergerakan nasional kemudian disusul oleh perkumpulan Sarekat Islam oleh H. Samanhudi. Samanhudi sendiri dikenal sebagai pengusaha batik di Kampung Laweyan Solo yang mempunyai banyak pekerja. Latar belakang dari kemunculan Sarekat Islam diawali oleh perlawanan terhadap pedagang Cina. Sungguh pun demikian, kejadian itu merupakan isyarat bagi orang Muslim, bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya. Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasi tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina, akan tetapi untuk mebuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat Bumi Putera, Ia merupakan reaksi terhadap rencana kristening-politiek (politik peng-Kristenan).
Pokok utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan kesombongan rasial. Berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi dari ambtenaar-ambtenaar  pemerintah, Sarekat Islam berhasil sampai pada lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita. Sarekat Islam dipandang sebagai salah satu gerakan politik yang menonjol sebelum Perang Dunia II. Layak kiranya jika organisasi ini perlu mendapat sorotan sendiri karena ia mengalami perkembangan yang cepat dan dinamis. Cepatnya perkembangan juga membawa cepatnya kemunduran yang hanya beberapa tahun setelah puncaknya. Berkurangnya pengaruh organisasi dan timbulnya pertentangan intern menyebabkan mengendurnya simpati massa. Jika ditinjau menurut anggaran dasarnya, yang dapat dirumuskan seperti berikut mengembangkan jiwa berdagang dan memberi bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesukaran.
Pemerintah Hindia Belanda menghadapi situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-unsur revolusioner, menempuh jalan hati-hati dan mengirimkan salah seorang penasehatnya kepada organisasi tersebut. Gubernur Jenderal Idenburg meminta nasehat-nasehat dari para presiden untuk menetapkan kebijakan politiknya. Hasilnya ialah untuk sementara SI tidak boleh berupa organisasi yang mempunyai pengurus besar dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal.
Awalnya Sarekat Islam bernama Sarekat Dagang Islam yang diprakarsai oleh seorang priyayi Jawa bernama Raden Mas Tirto Adi Soerjo. Beliau juga seorang pedagang dari kalangan bangsawan Jawa yang saat itu bertindak sebagai penanggungjawab Sarekat Dagang Islam yang waktu itu sedang dalam proses likuidasi. Menurut Kahin, pada waktu itu pedagang Cina cenderung licik dan mendorong Tirto dan pedagang-pedagang Jawa yang lain untuk membentuk organisasi dagang dengan prinsip kooperasi guna melindungi pedagang Jawa dari pedagang besar Cina. Mereka bahkan siap melakukan boikot pedagang Cina bila dirasakan perlu.
Pada tahun 1911, mereka memperoleh dukungan dari seorang pedagang besar sekaligus pengusaha batik di Surakarta, Haji Samanhudi. Ia juga merupakan seorang pemimpin agama Islam yang memiliki status tinggi. Sarekat Islam kemudian ditata ulang dengan berlandaskan pada prinsip kooperasi dan melancarkan boikot terhadap orang Cina demi membela kepentingan banyak pedagang Jawa yang masuk menjadi anggota organisasi tersebut.
Pada September 1912, Sarekat Dagang Islam yang muncul kembali dengan nama Sarekat Islam di bawah kepemimpinan para pedagang, cendekiawan non-pedagang, maupun pemimpin agama, dan diketuai oleh Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pegawai sebuah perusahaan dagang di Surabaya dan mempunyai latar belakang pendidikan Barat. Dalam kongres pertama Sarekat Islam pada Januari 1913, Tjokroaminoto menerkankan bahwa Sarekat Islam bukanlah partai politik dan akan tetap sepenuhnya setia kepada pemerintah. Program yang diumumkan pada waktu itu adalah sebagai berikut.

  1. mengembangkan jiwa dagang
  2. membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha
  3. memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat
  4. memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam, serta hidup menurut perintah agama.
Program Sarekat Islam yang terkesan non-politik cukup mengecoh, hal ini dikarenakan Peraturan Pemerintah 111 yang ditulis oleh Hakim Pengadilan Tinggi Fromberg pada 1914 menyebutkan tentang: "larangan sepenuhnya bagi organisasi maupun pertemuan-pertemuan yang bersifat politis". Seperti dijelaskan di atas tadi, Sarekat Islam mendapatkan banyak dukungan terutama golongan rakyat bawah, Dalam empat tahun sejak didirikan pada 1912, anggota Sarekat Islam mencapai 360.000 orang. Organisasi tersebut memiliki program politik yang bertujuan untuk menggapai pemerintahan mandiri. Menjelang 1919, anggotanya mencapai hampir dua setengah juta orang. Program nasionalis militan dari Sarekat Islam sungguh-sungguh didedikasikan untuk meraih kemerdekaan yang kalau perlu diraih melalui kekerasan.
Pada 1917 arus revolusioner dalam Sarekat Islam dengan juru bicaranya yakni Semaoen dan Darsono. Kedua tokoh tersebut merupakan pemimpin Sarekat Islam cabang Semarang yang sekaligus pendakwah gagasan Marxisme paling kompeten diantara yang lainnya. Perembesan gagasan Marxisme oleh ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging/ Asosiasi Sosial-Demokratik Hindia) ke dalam Sarekat Islam sangat berhasil. Sarekat Islam pusat terpaksa mengkompromikan prinsipnya yang semula berlandaskan pada Islam Modernis menjadi ke arah Marxisme revolusioner. Bahkan Tjokroaminoto memberikan penjelasan tentang "kapitalisme yang penuh dosa" disebabkan karena kebencian para pedagang terhadap sikap antikapitalis. Kemudian ia berikan penjelasan bahwa istilah "Kapitalisme yang penuh dosa" adalah "kapitalisme asing berdosa" dan menyimpulkan kapitalisme Indonesia dapat diterima. Hal ini mengingat bahwa anggota Sarekat Islam juga yang banyak dari pengusaha dan pedagang yang mendapatkan untung dari kegiatan dagang.
Dalam periode selanjutnya perseteruan di dalam tubuh Sarekat Islam antara SI Putih dan SI Merah (Marxis) semakin nampak. Di dalam SI terbagi menjadi dua kubu yang mana keduanya saling bersitegang. Ketika masa kepemimpinan Haji Agus Salim didukung oleh Abdul Muis mengatakan bahwa anggota SI harus disiplin dan dilarang masuk anggota partai lain. Pendapat tersebut ditentang oleh Semaoen dan Tan Malaka yang mencemooh pimpinan pusat telah menolak untuk mengakui perjuangan kelas serta menuduhnya sebagai kapitalis dan anti-sosialis.Haji Agus Salim membalas dengan mengeluarkan pendapat bahwa Nabi Muhammad SAW sudah berdakwah tentang ekonomi sosialis 12 abad sebelum Marx lahir. Setelah pertentangan tersebut golongan Komunis mengundurkan diri dan cabang-cabang lainnya yang dikuasinya juga ikut melepaskan diri. Nantinya Sarekat Islam Merah menjadi Sarekat Rakyat dan diakui sebagai "dasar Partai Komunis dalam masyarakat".

Sumber Bacaan:

Kahin, George McTurnan (2013). Nationalism and Revolution in Indonesia a.b. Nasionalisme & Revolusi Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu.

Sartono Kartodirdjo (2014). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional (Jilid 2). Yogyakarta: Ombak.

Vickers, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia a.b. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Insan Madani.

Comments

Popular posts from this blog

Sistem Tanam Paksa 1830-1870, Latar Belakang dan Gagasannya

Perang Peloponesos (Peloponesian War)